a. Ikan
Tak Berahang (Kelas Agnatha)
Vertebrata
pertama yang ditemukan sebagai fosil adalah ikan tak berahang, ostrakodermi.
Beberapa terdapat dalam batu-batuan Ordovisium, meskipun pada zaman Silur
mereka terdapat dalam jumlah lebih banyak yaitu ikan pipih (15 sampai 30 cm).
Hidup dengan dengan menghisap zat-zat organik dari dasar sungai. Pertukaran gas
terjadi pada pasangan-pasangan insang interna, dengan tiap insang ditunjang
satu lengkung tulang. Air masuk melalui mulut, melalui insang dan keluar
melalui serangkaian kantung insang yang bermuara di permukaan. Tidak memiliki
sirip dan ikan tersebut bergerak dengan gerakan undulasi. Satu-satunya ikan tak
berahang yang sekarang masih hidup adalah Lamprey dan ikan hag (Hagfish).
Hewan-hewan ini masih merupakan ikan primitif. Disamping tidak memiliki rahang
dan tidak memiliki sirip berpasangan. Notokord dipertahankan selama hidupnya
dan tidak pernah diganti secara sempurna dengan kerangka yang terdiri atas
tulang rawan. Pada tubuhnya tidak terdapat sisik.
b. Plakodermi
Plakodermi
berbeda dengan moyang agnathanya dalam 2 hal yang mendasar, yaitu mempunyai
rahang dan sirip yang berpasangan. Yang pertama membantu dalam memangsa hewan
yang lebih kecil secara aktif. Kedua membantu lokomosi dengan menstabilkan ikan tersebut di dalam air. Catatan fosil
menggambarkan adanya radiasi adaptif yang ekstensif dari ikan ini pada zaman
Devon. Sebagian besar dari ikan-ikan ini kemudian punah, tetapi beberapa
diantaranya menghasilkan garis keturunan yang mengembangkan dua kelas besar ikan masa kini yaitu, ikan
tulang rawan) dan ikan tulang sejati (Osteichthyes). Zaman Devon ditandai
dengan periode-periode ketika banyak danau dan sungai menjadi kering atau
menjadi jauh lebih kecil dan lebih hangat. Perubahan lingkungan ini menyebabkan
tekanan seleksi yang hebat pada ikan air tawar Zaman Devon.
c. Ikan
Bertulang Rawan (Kelas Chondrichthyes)
Ikan
bertulang rawan yang paling awal adalah hiu yang tidak jauh berbeda dengan hiu
masa kini, memperoleh namanya dari fakta bahwa kerangkanya terdiri atas tulang
rawan dan bukan tulang keras. Ikan hiu mempunyai rahang yang berkembang dari
kedua pasang pertama lengkung insang. Dalam hal ini, sepasang celah insang tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, lubang
ini masih terdapat pada beberapa ikan masa kini dan disebut spirakel. Di
samping hiu, ikan pari, dan belut merupakan anggota kelas ini.
d. Ikan
Bertulang Sejati (Kelas Osteichthyes)
Ikan bertulang
sejati menempuh cara mengatasi masalah
kekeringan yan terjadi secara berkala dengan mengembangkan sepasang kantung
hasil perkembangan faring yang berfungsi sebagai paru-paru primitif. Ikan-ikan
ini dengan cepat (masih dalam zaman Devon tepecah menjadi 3 kelompok berbeda
yaitu paleoniskoida, ikan paru-paru dan krosopterigia.
Zaman
Devon dikatakan sebagai “Zaman Ikan” karena selama zaman ini terjadi
radiasi adaptif yang luar biasa dari kelompok ini. Baik air tawar maupn air
laut dihuni oleh mereka. Akan tetapi menjelang akhir zaman Devon timbullah
kelompok vertebrata baru. kelompok ini adalah kelompok amfibia, vertebrata
berkaki empat atau tetrapoda yang pertama.
AMFIBIA
Amfibia merupakan perintis verebrata
daratan. Paru-paru dan tulang anggota tubuh yang mereka warisi dari moyang
krosopterigia, memberikan sarana untuk lokomosi dan bernapas di udara. Atrium
kedua dalam jantung memungkinkan darah yang mengandung oksigen langsung kembali
ke dalamnya untuk dipompa kembali ke seluruh badan dengan tekanan yang penuh.
Sementara pencampuran darah yang kaya oksigen dengan darah yang miskin oksigen terjadi
dalam dalam ventrikel tunggal, jantung yang beruang 3 memberikan peningkatan
yang berarti dalam efisiensi peredaran dan dengan demikian meningkatkan kemampuan untuk mengatasi lingkungan daratan
yang keras dan lebih banyak berubah-ubah.
Amfibia telah mengembangkan telinga
sederhana dari struktur yang diwarisinya dari moyang mereka. Spirakel tertutup
dengan membran yang berfungsi sebagai gendang telinga dan tulang rahang yan
tidak terpakai lagi (berasal dari lengkung insang agnatha) berguna untuk
meneruskan getaran dari membran ini ke telinga dalam.
Amfibia yang paling awal adalah
Diplovertebron, panjangnya cm. Beberapa contoh fosil berukuran cm. Amfibia ini hanya berjaya selama zaman
Karbon. Bumi ditutupi oleh rawa yang luas, kehidupan tumbuhan yang berlimpah,
dan terdapat banyak insekta untuk di makan oleh amfibia. Zaman ini sering
disebut zaman Amphiba. Zaman ini diikuti oleh suatu periode
(Permian) ketika bumi menjadi lebih dingin dan lebih kering. Penurunan kejayaan amfibi terjadi yang berlangsung
terus sampai sekarang. Pada waktu ini hanya tertinggal tiga ordo ialah : (1)
katak dan bangkong (ordo Anura), (2)
Salamander dan kadal air (newt) (ordo Urodela),
(3) Sesilia (ordo Apoda), yang
merupakan hewan seperti cacing dan tanpa
kaki. Karena tidak mempunyai kulit dan telur yang kedap air, maka tak ada satu
amfibia pun yang dapat menyesuaikan sepenuhnya dengan keadaan daratan.
REPTIL
Reptilia
adalah hewan pertama yang benar-benar hewan daratan. Reptilia berkembang dari
amfibia pada zaman Karbon. Kelebihan reptilia yang paling awal “Kotiloaurus”
terhadap amfibi adalah
- Perkembangan telur yang bercangkang dan berisi kuning telur (yolk) yang dapat diletakkan di tanah tanpa kemungkinan menjadi kering
- Cangkang kedap air dan kedap terhadap sperma, sehingga perkembangan telur yang bercangkang terjadi bersamaan dengan perkembangan fertilisasi internal.
- Embrio dilindungi oleh cairan yang terdapat dalam amnion, mendapat makanan dari kantong kuning telur (yolk), bernapas melalui korion dan alantois, dan menyimpan limbah metabolisme di dalam kantong yang dibentuk oleh alantois.
Reptilia paling awal, yang kakinya
pendek menjulur ke samping tubuh,
menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam air dan hanya bertelur di darat
sehingga mudah disembunyikan dari mangsa.
Seiring semakin keringnya zaman Permian, modifikasi lain untuk hidup di
daratan kering berevolusi. Perkembangan kulit kering memungkinkan mereka untuk
meninggalkan air dengan aman. Tetapi kulit kering tidak dapat digunakan untuk
respirasi. Penyempurnaan paru-paru dikembangkan dengan pembesaran rongga rusuk.
Sekat ventrikel mengurangi pencampuran darah yang mengandung oksigen dengan
darah yang kurang oksigen sehingga memungkinkan efisiensi peredaran darah.
Kotilosaurus mengalami radiasi adaptif dan menghasilkan lima garis keturunan
yang utama, yaitu:
- Pelikosaurus, menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam air dengan kaki yang berada di bawah sehingga memungkinkan untuk berlari lebih cepat dan lebih ringan di darat. Dari pelicosaurus inilah berevolusi sekelompok reptil di darat yaitu terapsida. Pada awal zaman Mesozoikum terapsida merupakan reptilia yang paling banyak jumlahnya, tapi mereka segera dilampaui oleh kelompok lain. Namun, hal tersebut hanya bersifat sementara (juta tahun), karena keturunan terapsida yaitu mamalia, pada akhirnya menguasai bumi ini.
- Penyu (Ordo Chelonia), dari asal-usulnya dalam era Mesozoikum awal sampai sekarang, sebagian besar penyu hidup di air tawar atau di lautan. Meskipun habitatnya demikian, mereka tidak meninggalkan warisan adaptasi darat mereka. Mereka bernapas dengan paru-paru dan meletakkan telur bercangkangnya di darat. Penyu air tawar merayap ke darat untuk membuat lubang dalam pasir atau tanah untuk bertelur. Meskipun tidak punah, penyu merupakan kelompok yang paling menonjol, karena masih ada setelah berada di bumi selama 200 juta tahun, dimana sebagian besar reptilia sezamannya telah punah.
- Plesisaurus dan Iktiosaurus, merupakan anggota kedua garis keturunan reptilia laut yang berkembang dalam periode Jura tetapi punah pada akhir zaman Mesozoikum. Mereka pemakan ikan, hal ini sesuai dengan kehidupan di laut. Namun kenyataanya, anggota tubuh yang menyelip di sirip sangat sesuai untuk lokomosi di darat sehingga iktiosaurus mempertahankan telur di dalam tubuh induk dan tidak bertelur di darat. Anak yang dilahirkan hidup dan aktif, seperti halnya ikan hiu berenang.
- Diapsida, merupakan garis keturunan kelima dari iktiosaurus. Disebut diapsida karena mempunyai struktur tulang lengkung ganda yang khas di daerah temporal tengkorak. Diapsida mempunyai adaptasi fisiologis yang penting untuk hidup di darat yang tidak terdapat pada kelompok lain, yaitu kemampuan untuk mengubah limbah nitrogen menjadi asam urat yang hampir tidak dapat larut. Asam urat keluar sebagai pasta putih bersama feses. Kemampuan kelompok ini dan keturunannya mengekresikan limbah nitrogen sehingga membebaskan mereka hampir seluruhnya dari ketergantungan pada air minum.
Evolusi kelompok reptilia ini diikuti
beberapa cabang yang menghasilkan kadal
dan ular (Ordo Squamata) dan sekelompok reptilia mirip kadal yang
keturunannya masih ada (tetapi langkah) yaitu di Selandia Baru.
Kadal masa kini pertama kali timbul di
periode Jura, merupakan penghuni penting gurun pasir dan hutan daerah panas.
Satu kelompok kadal periode Kreta menjadi hewan meliang. Kaki-kaki hewan ini
akhirnya lenyap dan dengan demikian terjadilah ular (sisa kaki belakang masih
dapat ditemukan pada Boa dan Piton. Meskipun ular dapat bertahan hidup di
daerah iklim sedang (temperate) dengan cara hibernasi selama musim dingin,
tetapi mereka juga berhasil di daerah tropis dan subtropis.
Tekodon
merupakan cabang kedua dari reptilia darat yang mengeksresikan asam urat. Hewan
ini dapat berlari cepat di daratan dan menggunakan ekor yang panjang untuk
keseimbangan. Fosil dari tekodon tingkat tinggi menunjukkan adanya penutup
insulasi tubuh dan suatu histologi tulang yang menandakan bahwa hewan-hewan ini
dapat mempertahankan suhu tubuh yang relatif tinggi dan teratur baik. Hal ini
digabung dengan kecepatan dan toleransi terhadap keadaan gersang.
Lima ordo reptilia telah berevolusi dari
tekodon. Anggota dari radiasi adaptif yang luar biasa ini sering disebut reptilia
yang berkuasa karena mereka mendominasi seluruh tanah dan udara selama sisa era
Mesozoikum.
Buaya
dan aligator (ordo Crocodilia) meninggalkan lokomosi
dengan dua kaki dari moyang tekodonnya tetapi mempertahankan kaki belakang yang
besar. Hewan ini dapat bergerak cepat dengan mengangkat seluruh badannya di
atas tanah. Hewan ini merupakan satu-satunya keturunan reptilia tekodon yang
tidak pernah punah.
Pada akhir periode Trias, muncul 2 ordo
dari dinosaurus yang masing-masing
mengalami radiasi adaptif yang luar biasa. Selama sisa era Mesozoikum bumi
dihuni oleh dinosaurus dar berbagai gambaran, ukuran dan bentuk. Penemuan dan
pemasangan fosil dinosaurus merupakan cabang paleontologi yang palin aktif
selama bertahun-tahun. Bila kita melihat kerangka yang elah direkontruksi dari
hewan seperti Tyrannosaurus (panjang
14,5 m dan tinggi 5,8 m) dan Brachiosaurus
(bobot mendekati 90 ton). Meskipun yang mewakili hanya 2 dari 15 ordo reptilia
yang ada pada waktu itu, dinosaurus saja sudah membuktikan bahwa era Mesozoikum
sebagai “Zaman Reptilia”.
Dua kelompok Mesozoikum tersebut menjadi
reptilia terbang. Cara berjalan dengan dua kaki dari tekodon telah membebaskan
kaki depan untuk digunakan sebagai sayap. Mulanya sayap ini digunakan untuk
meluncur tetapi kemudian digunakan untuk terbang lama. Salah satu dari kelompok
ini yaitu Pterosaurus, yang
menguasai selama sebagian besar era Mesozoikum. Pteranodon dengan rentangan
sayap 8,2 m diduga merupakan anggota terbesar dari ordo tersebut. Kemudian pada
awal tahun 1970, fosil dari seekor pterosaurus dengan rentangan sayap 15,5 m
ditemukan di Big Bend National Park di Texas. Kelompok kedua reptilia terbang
merupakan moyang burung-burung sekarang.
AVES
Kelompok reptilia kedua yang mengudara
mengembangkan suatu modifikasi yang tidak terdapat pada pterosaurus yaitu bulu.
Pertumbuhan bulu ini memberi permukaan bagi sayap yang luas, ringan tetapi
kuat. Bulu ini juga memberikan insulasi (penutup hangat) bagi tubuh, sehingga
membuatnya lebih kecil namun dapat mempertahankan suhu tubuh yang relatif
tinggi dan tetap meskipun di daratan beriklim dingin. Bulu menjadi penciri
utama munculnya burung pertama.
Penemuan fosil Archeopteryx dalam
batuan zaman Jura merupakan salah satu
contoh yang terbaik dari “mata rantai yang hilang”. Hewan ini mempunyai bulu,
dengan demikian kita menyebutnya burung. Tetapi hubungannya dengan reptilia
jelas. Sayap yang agak rudimeter mempunyai cakar, dalam mulut terdapat gigi dan
mempunyai ekor yang panjang. Ciri-ciri reptilia ini tidak ditemui lagi pada
burung-burung yang masih hidup. Meskipun hewan ini pada akhir zaman Mesozoikum
sudah mantap, tetapi pada zaman Cenozoikum burung-burung ini mengalami radiasi
adaptif yang luas. Jumlah spesies yang besar dan distribusinya yang luas
membuktikan keberhasilan mereka..
Struktur dan fisiologi burung
diadaptasikan untuk penerbangan yang efisien, yaitu Sayap menjadi paling utama,
memungkinkan burung terbang jarak jauh untuk mencari makanan yang cocok dan
berlimpah dan meloloskan diri dari pemangsa. yang efisien harus ringan dan
kuat. Keringanan tubuh burung diperoleh dari bulu, tulang-tulang yang berongga
dan gonad tunggal (pada betina) yang membesar dan aktif hanya selama musim
kawin. Hilangnya gigi mengurangi berat kepala. Fungsi gigi ini dilaksanakan
oleh empedal. Kekuatan dicapai dengan otot dada besar yang terpaut pada tulang
dada yang sangat membesar. Mempunyai jantung beruang 4 dan efisiensinya
memungkinkan perkembangan suhu tubuh yang tetap (homeotermi). Homeotermi juga
memungkinkan laju metabolisme yang tinggi pada semua suhu lingkungan. Burung
dapat tetap aktif dalam cuaca dingin. Laju metabolisme yang tinggi mencerminkan
pelepasan energi yang cepat untuk terbang
MAMALIA
Mamalia pertama timbul pada akhir zaman
Trias dari moyang terapsida. Mereka merupakan hewan kecil yang sangat aktif
yang makanannya terutama terdiri atas insekta. Kemampuan yang aktif ini berhubungan dengan kemampuannya untuk
memelihara suhu tubuh yang tetap (homeotermi). Hal ini berkaitan dengan
perkembangan jantung beruang 4 dan pemisahan sempurna dari peredaran darah
oksigen dan sistemik. Konservasi panas tubuh dimungkinkan dengan perkembangan
rambut. Sementara mamalia yang paling awal bertelur seperti moyang reptilia,
anaknya setelah menetas diberi makan dengan susu yang disekresikan oleh
kelenjar dalam kulit induknya.
Berlawanan dengan moyang reptilia, gigi
mamalia mengalami spesialisasi untuk
memotong (gigi seri), menyobek (gigi taring), dan menggiling (geraham)
makanannya. Bahan kelabu serebrum, yang ditutupi oleh bahan puti pada reptilia,
tumbuh keluar diatas permukaan otak. Modifikasi ini mempunyai akibat yang jauh.
Evolusi
mamalia yang paling awal berlangsung mulai beberapa jalur yang berbeda. Dari
kelompok tersebut hanya tiga yang sampai sekarang masih hidup, yaitu:
1) Monotremata,
mamalia bertelur (Subkelas Prototheria)
2) Marsupialia,
mamalia berkantung (Subkelas Metatheria)
3) Mamalia
berplasenta (Subkelas Eutheria)
Masing–masing
dibedakan dari cara merawat anak selama
masa perkembangan embrio. Monotremata tetap bertelur seperti moyang
terapsidanya. Platipus paruh bebek dan pemakan semut berduri (ekidna) merupakan
satu-satunya monotremata yang ada di bumi sekarang.
Pada
marsupialia anak ditahan untuk jangka waktu yang pendek di dalam saluran
reproduksi induk. Selama waktu yang pendek ini, makanan diperoleh dari kantung
kuning telur yang tumbuh di dalam uterus. Tetapi anak itu dilahirkan pada tahap
perkembangan yang sangat awal. Kemudian merayap ke dalam kantung yang terdapat
di perut induknya dan melekatkan diri pada puting yang mengeluarkan air susu.
Di sini perkembangan diselesaikan. Marsupialia yang paling awal mungkin mirip
dengan oposum. Pada bulan maret 1982 ditemukan sisa-sisa fosil marsupialia
Polydolops sebesar 25 cm di pulau Seymouz (ujung utara Tanjung Antartika).
Mamalia
berplasenta mempertahankan anaknya di dalam uterus induk sampai berkembang
dengan baik. Kuning telur hanya sedikit di dalam telur, tetapi membran extra
embrionik itu membentuk tal pusar dan plasenta sehingga anak yang sedang
bertumbuh mendapat makanannya langsung dari induknya.Selama kira-kira 70 juta
tahun dalam era Mesozoikum mamalia berplasenta hanya diwakili oleh satu ordo.
Akan tetapi, pada akhir epoh kedua, Eosin, dari era Cenozoikum, mamalia ini
telah beradiasi menjadi paling sedikit 14 ordo yang berbeda.
Sumber
:
Kimbal,
John W. 1999. Biologi Jilid 3 Edisi
Kelima. Jakarta : Erlangga.
Nice share gan
BalasHapus